Langsung ke konten utama

Jejak pembaca

Hai teman-teman.
Seperti yang sudah kami sampaikan di postingan ini, kami berfikir ada baiknya jika kemudian ada ruang khusus untuk menampung cerita, nama, atau apapun. Silakan meninggalkan jejak di kolom komentar postingan atau page ini. Siapa tahu kelak kita bisa berjumpa dan berbincang banyak secara langsung.

Terima kasih banyak
Salam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prelude

Di usia dua puluh empat tahun, ia masih sama, layaknya empat tahun silam. Minus di kedua matanya tak bertambah, empat koma lima. Itu berarti ia tak butuh kacamata baru. Kacamata yang saban hari menggantung di batang hidungnya adalah kacamata yang ia beli empat tahun yang lalu. Kacamata yang sebelumnya, bertangkai goyah dan lensa sebelah kirinya retak. Sebenarnya bisa diperbaiki. Tapi ia memilih untuk tidak. Ia biarkan begitu saja kacamata berbingkai merah tua yang teronggok di laci lemari. Ia diamkan dan mengganti dengan bingkai cokelat warna kayu mahoni. Ia memilih begitu. *** Seorang perempuan berjerawat matang duduk di ujung bangku berwarna metalik dekat teralis yang membatasi peron stasiun dengan teras loket. Ada empat loket, dua dengan antrian mengular untuk pembelian tiket kereta jarak dekat, dan dua yang lain untuk reservasi kereta jarak jauh. Tampaknya melompong, tapi antrian di loket kereta jarak jauh yang pemesannya dilayani hingga sembilan puluh hari sebelum keberan

Dialog dengan Bulan

Sebingkai jendela, persegi panjang, kala siang larut dan di tengah bolongnya malam selalu tertutup. Rapat. Tergembok. Sepasang engselnya nyaris ingin berkarat, dan sepasang ranting besi penyangganya lunglai tak mengait. Dari luar tampak jendela itu miskin makna. Jendela tidak ingin memaknai mentari pagi yang hangat dan bersahabat, tidak pula sudi memaknai semilir angin sepoi yang berdesir-desir. Bahkan ia pun tidak lagi sempat memaknai pecahan air hujan yang menombaki permukaan kacanya dengan kukuh namun tetap romantis dalam ritmenya. Dari dalam rumah berlantai dua, jendela sekotak itu saja yang terus tertutup kelambu rapat-rapat. Jendela yang membuka sekat antara sebilik kamar dengan dunia luar. Namun apa daya, kerangka kayu kusennya bisu, kacanya pun buram berdebu. Sebab, penghuninya sedang rapuh. Aih, lantas mengapa aku kisahkan padamu tentang jendela yang tak berdaya guna? Kemarilah, aku toh berniat kisahkan kenanganku yang sepenggal-sepenggal tentang bulan dan jendela adal

Hari yang Sempurna untuk Pindah

Sumber gambar Hari ini hari kepindahan Remi. Sebuah rumah mungil berdekor minimalis di sebuah kompleks pinggir kota siap menyambut barang-barangnya. Lima tahun lamanya ia menabung untuk membeli sebidang kapling tanah. Jauh-jauh hari ia memesan jasa arsitek untuk memperinci konsep rumah idamannya. “Jadi, saya tambahkan mushola kecil di samping kamar utama untuk pengantin baru kelak, bagaimana?” goda Aeron, sang Arsitek kepada kliennya, tepat satu  tahun yang lalu. Sang klien hanya tersipu malu. Hari Minggu, hari yang sempurna untuk urusan tetek bengek pindahan. Lima tahun sudah ia tidur di ketinggian lantai 14. Di dalam apartemennya, hanya ada satu ruang tidur, satu ruang tamu, satu pantri lengkap dengan bar sebagai pengganti meja makan, satu kamar mandi, dan satu balkon. Satu ruang tidur itu dipenuhi sepotong ranjang ukurang besar, satu set meja kerja, dan satu set wardrobe yang menyatu dengan dinding. Tidak ada yang istimewa, kecuali perabotan itu seragam warnanya, putih ga